Senin, 07 Juni 2010



Tanggal 6 wingi rekk.. iku tanggal lahire Bung karno.. ngertia peno..?? gag ngerti paling.. :P
Seng gag nyongko rekk.. ternyata Bung karno iku Arek Suroboyo asli.. lahir asli nang Suroboyo..

Mangkane Beliau Bonek pisan nang jamane.. nduwe Semangat Bonek, Arek Suroboyo Asli ckckck..
selama iki presepsine awak dewe slah.. seng ngomong lahir nang blitar..
ngene ceritane..

Ahad kemarin (6 Juni) adalah hari lahir tokoh besar Indonesia, Soekarno. Hingga kini, belum ada yang bisa menandingi sosoknya yang begitu banyak dibicarakan dunia pada masanya. Dia dikagumi dan dipuja negara-negara di tiga benua, Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Bahkan, di Eropa Timur pun nama Soekarno sangat populer dan harum.

Kebangkitan negara-negara Amerika Latin pada awal milenium ini menurut pengakuan para pemimpin mereka juga karena diinspirasikan oleh Soekarno: menolak kapitalisme yang mengisap habis darah negara-negara kaya sumber daya alam, tapi lemah dalam dana dan tekhnologi. Diawali Chaves dan Moralles, menyusul Presiden Paraguay Lugo mengaku penganut ajaran Soekarno.

Jelas, Soekarno pada masanya adalah tokoh yang menggetarkan dunia. Ketika banyak negara imperialis pemenang Perang Dunia II yang mensponsori berdirinya PBB masih bermimpi tentang kesepakatan Perjanjian Postdam, yaitu memperoleh kembali haknya atas tanah jajahannya, dengan lantang Soekarno berkata: ''Kami yang tidak bersuara pada masa yang lampau tidaklah tanpa suara sekarang.''

''Kami yang berdiam diri pada masa imperialisme, tidaklah berdiam diri sekarang. Kami yang berdiam diri akibat kesengsaraan karena imperialisme, tidaklah berdiam diri lagi. Perjuangan kami untuk hidup yang ditutupi jubah kolonialisme, sekarang tidak bersembunyi lagi.'' Soekarno mengingatkan bahwa dunia sudah berubah sejak 1945 dan dunia berubah menuju arah perbaikan. (Pidato Soekarno di PBB itu pada 30 September 1960: To Build the World Anew).

Tetapi, di negeri sendiri sosok Soekarno ibarat asing dan terlupakan. Di bawah rezim Orde Baru yang cenderung dekat dengan negara-negara kapitalis, jati diri Soekarno dan Hatta nyaris tergerus. Nama mereka seakan hanya mendapat pengakuan saat membaca teks proklamasi. Selain itu, mereka bukanlah apa-apa, bukanlah siapa-siapa.

Generasi sekarang lebih tahu di mana kali pertama Presiden AS Barack Hussein Obama bersekolah, tetapi tidak tahu di mana sebenarnya Bung Karno dilahirkan. Sebagian besar mengatakan, Bung Karno dilahirkan di Blitar. Konyolnya, jawaban seperti itu pun diucapkan anak-anak Surabaya.

Dalam semua penulisan biografi Soekarno sebelum 1970, semua menulis Soekarno lahir di Surabaya. Akhir 1900, R Soekeni Sosrodihardjo (ayahanda Soekarno) dipindahtugaskan dari Singaraja, Bali, sebagai guru di Sekolah Rakyat Sulung, Surabaya. Istrinya, Nyoman Rai Srimben, dalam keadaan hamil muda. Di Surabaya itulah Nyoman Rai Srimben melahirkan seorang putra yang diberi nama Kusno pada 6 Juni 1901.

Buku-buku biografi itu, antara lain, Soekarno sebagi Manoesia (Im Yang Tjoe, penerbit Ravena, Solo 1933), dan Kamus Politik (AM Adinda/Usman Burhan, penerbit Ksatrya, Surabaya, 1950. Tiga terbitan ensiklopedi, yaitu Ensiklopedia Indonesia 1955, NV penerbit W. Van Hoeve, Bandung. 'S - Gravenhage: (djilid III N-Z) halaman 1.265; Ensiklopedi Indonesia (edisi khusus, jilid 6 SHI - VAJ) terbitan PT Ichtiar Baru, Van Hoeve, Jakarta 1986; dan Ensiklopedi Nasional Indonesia (jilid 15 SF-SY) penerbit Delta Pamungkas, Jakarta, 1997, halaman 311. Tiga ensiklopedi itu menulis Soekarno kelahiran Surabaya, 1 Juni 1901.

Buku-buku Soebagijo I.N. (Pengukir Jiwa Soekarno), Solichin Salam (Bung Karno Putra sang Fajar), Nurinwa Ki S. Hendrowinoto Dkk (Ayah Bunda Bung Karno, penerbit Republika 2002), dan Nasution M.Y. (Riwayat Ringkas, Penghidupan dan Perjuangan Ir Soekarno) bahkan mencantumkan alamat tempat Bung Karno dilahirkan, yaitu di Kampung Pandean IV/40, Surabaya.

***

Media massa sekarang lebih sering menulis Soekarno kelahiran Blitar. Sayangnya, media dan TV terbesar di ibu kota berkali-kali merilis Blitar sebagai kota kelahiran Bung Karno. Itulah yang mungkin menjadi rujukan bagi generasi kini. Sebaliknya, para penulis asing masih tetap konsekuen dan cermat menulis Surabaya sebagai kota kelahiran Bung Karno. Lambert Giebels untuk menulis bukunya, Soekarno, Biografi 1901-1950 melacak sampai ke lokasi Bung Karno dilahirkan.

Penulis asing umumnya yang mengutip sumber arsip di Leiden (Belanda) otentik sebagaimana tertulis dalam ijazah dan berkas perkara Bung Karno ketika diadili. Sebagian merujuk kepada Cindy Adams (Soekarno, an Autobiografi as told to Cindy Adams, edisi bahasa Inggris 1966). Bob Hering (Soekarno, Mitos dan Realitas - 1986), penulis Belanda yang dekat dengan Bung Karno, juga menulis Soekarno lahir di Surabaya.

Biografi Soekarno terbaru yang di-launching tahun lalu adalah Soe¬karno Politicheswkaya Biografiya (SOEKARNO, Biografi Politik), Moskwa Mysl, 1980. Prof Kapitsa M.S. & Dr Maletin N.P. , (1980), terjemahan dari bahasa Rusia, B. Soegiharto PhD penerbit Ultimus, 2009. Di halaman 9 jelas tertulis: Soekarno dilahirkan di Jawa, Surabaya, pada 6 Juni 1901.

Sedangkan Blitar adalah tempat penugasan terakhir Soekeni Sosrodihardjo ketika dipindahkan dari Mojokerto dan dipromosikan sebagai penilik sekolah pada 1917. Ketika itu, Bung Karno kos di rumah H.O.S. Tjokroaminoto.

Pada 1920, dibelilah rumah yang sekarang dikenal sebagai rumah orang tua Bung Karno di Blitar. Pada tahun itu, Bung Karno sudah masuk THS (Sekolah Tinggi Teknik, sekarang ITB) di Bandung dan membawa serta istrinya, Siti Oetari. Jadi, praktis Bung Karno tidak pernah tinggal di Blitar selain beberapa kali berkunjung dan sungkem kepada kedua orang tuanya di sana.

***

Yang perlu disinggung dalam proses kreativitas Soekarno bahwa pada masa kecil Bung Karno beberapa tahun mengikuti kakeknya, Hardjodikromo, di Desa Kepatihan, Tulungagung. Di sana dia berkenalan dengan dunia pewayangan. Di situ pula Bung Karno kali pertama masuk sekolah, belajar mengenal angka dan huruf, serta mengidentikkan dirinya dengan tokoh Bima, yang kemudian nama itu dipakai sebagai nama samaran dalam tulisannya.

Selain Tulungagung, Bung Karno kecil lama tinggal di Mojokerto. Di sana dia akrab dengan Wagiman dan sering tiduran di rumahnya yang lebih mirip gubuk. Wagiman pandai bercerita tentang tokoh-tokoh pewayangan. Tak bosan-bosan Soekarno mandatangi rumah Wagiman itu. Sejujurnya, dalam pergaulannya dengan Wagiman, Soekarno mulai tersentuh dengan persoalan penderitaan bangsa. Mojokerto adalah tempat awal bertumbuhnya kepedulian dan kecintaan Bung Karno kepada rakyat jelata.

Ironisnya, sebagian besar generasi muda bangsa kita hanya mengenal Blitar sebagai kota yang identik dengan Bung Karno. Bahkan, banyak generasi muda Surabaya yang tidak menyangka bahwa Soekarno adalah arek Suroboyo asli yang dengan semangat bonek-nya pantang menyerah. Dia menantang penjajah, berkali-kali ditangkap, dipenjara, dan dibuang. Tetapi, dia tetap nekat.

''Ini dadaku, mana dadamu,'' kata Soekarno. Dia mengusir Amerika dengan kata-kata: Go to hell with your aid. (Kini sebaliknya kita mengemis-ngemis bantuan Amerika). Bahkan, dunia pun ditantangnya, dunia yang tidak adil kepada bangsa-bangsa tertindas.

Dengan gaya arek Suroboyo pulalah, Bung Karno membandingkan kemerdekaan dengan keberanian kawin sang Marhaen: ''Kalau dia sudah mempunyai gubuk saja, dengan satu tikar, dengan satu periuk: kawin''. Serupa itu pula keberanian untuk merdeka, merdeka dengan semangat bonek, tentu saja! (*

pie rekk..?? maknyuss'a..?? tambah bangga aku ambek Suroboyo caakk...!!!
ahahahah.. :D

mengutip : Peter A. Rohi : Mengenang Hari Lahir Bung Karno, 6 Juni 1901
*) Peter A. Rohi, wartawan senior


Kamis, 03 Juni 2010

ngomongno suroboyo lawas gag ngomongno persebaya mbujuk pekk....!! iki lho sejarahe..

Sejarah
Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya,
Persebaya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB).



Dalam perjalanan sejarahnya, klub ini juga pernah menorehkan beberapa prestasi dan langkah penting. SIVB bersama beberapa kalub lain turut membidani kelahiran Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Jogjakarta pada tanggal 19 April 1930.


Prestasi dan Kontroversi
Ketika Belanda kalah dari Jepang pada 1942, SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Pada era ini Persibaja diketuai oleh dr Soewandi. Kala itu, Persibaja berhasil meraih gelar juara pada tahun 1950, 1951, dan 1952.

Tahun 1960, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada era perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988.

Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997 dan 2004.

Selain prestasi, Persebaya juga penuh dengan kontroversi yang dilakukan pengurus, segenap pemain dan para pendukungnya. Saat menjuarai Kompetisi Perserikatan pada tahun 1988, Persebaya pernah memainkan pertandingan yang terkenal dengan istilah "sepakbola gajah" karena mengalah kepada Persipura 0-12, untuk menyingkirkan saingan mereka PSIS Semarang

Kontroversi yang boleh jadi masih segar di ingatan kita adalah ketika tahun 2005 Persebaya menggemparkan publik dengan mengundurkan diri pada babak delapan besar sehingga memupuskan harapan PSIS dan PSM untuk lolos ke final. Atas kejadian tersebut, Surabaya kena sanksi 16 bulan tidak boleh mengikuti kompetisi Liga Indonesia


Semangat Multikultural
Lalu yang menarik dari Persebaya adalah adanya semangat multikultural. Sepakbola memang pengusung jiwa multikultural. Ini bisa dilihat dari beragamanya ras dan etnis pemain di sepanjang sejarah Persebaya. Ketika pada 2004 Persebaya meraih juara Liga, pelatihnya Jacksen F. Tiago berasal dari Brasil. Pada tahun lalu, penjaga gawangnya Zheng Ceng berasal dari Tiongkok. Ceng pernah disambut Pak Dahlan yang pernah memimpin Persebaya selama 2002-2003di Graha Pena. Kehadiran Ceng mampu mengundang minat para penonton yang beretnis Tionghoa.

Sebenarnya berbicara tentang peran pemain Tionghoa dalam tubuh Persebaya hal ini juga pernah terjadi pada era Zaman Jepang dan awal Kemerdekaan. Klub Suryanaga adalah pemasoknya. Tapi tanpa menonjolkan etnis tertentu, berkat perpaduan berbgai etnis Persebaya menjadi pengusung semangat multikultural yang "vokal".

Semangat multikultural memang cocok dengan kondisi metropolis sebagai kota yang beragam. Keragaman adalah kekayaan yang mungkin belum banyak disadari oleh segenap warga metropolis. Penghormatan dan penghargaan kita akan keragaman akan mendorong terciptanya sebuah lingkungan kota yang kondusif untuk kehidupan (seperti berkerja dan beristirahat).

Persebaya memang menjadi semacam perekat yang paling memungkinkan untuk mewujudkan nilai-nilai mulia multikultural di metropolis yang majemuk ini. Tapi harus diakui, nilai-nilai mulia seperti itu juga rentan dibajak oleh semangat yang tidak sportif,
majulah Persebayaku..!!

berikut adalah biodata Persebaya dan foto - foto lawasnya..
bekicott..

Posisi akhir musim 2008/09: Peringkat 4 Divisi Utama
Nama Stadion: Stadion Gelora 10 November Tambaksari (Kapasitas 30.000)
Tanggal Berdiri: 18 April 1927
Julukan: Bajul Ijo, Green Force
Kelompok Suporter: Bonek Mania

Prestasi :


Perserikatan
* 1938 - Runner-up, kalah dari VIJ Jakarta
* 1942 - Runner-up, kalah dari Persis Solo
* 1950 - Juara, menang atas Persib Bandung
* 1951 - Juara, menang atas Persija Jakarta
* 1952 - Juara, menang atas Persija Jakarta
* 1965 - Runner-up, kalah dari PSM Ujungpandang (sekarang PSM Makassar)
* 1967 - Runner-up, kalah dari PSMS Medan
* 1971 - Runner-up, kalah dari PSMS Medan
* 1973 - Runner-up, kalah dari Persija Jakarta
* 1977 - Runner-up, kalah dari Persija Jakarta
* 1978 - Juara, menang atas PSMS Medan
* 1981 - Runner-up, kalah dari Persiraja Banda Aceh
* 1987 - Runner-up, kalah dari PSIS Semarang
* 1990 - Runner-up, kalah dari Persib Bandung

Liga Indonesia
* 1994/1995 - Posisi ke-9, Wilayah Timur
* 1995/1996 - Posisi ke-7, Wilayah Timur
* 1996/1997 - Juara
* 1997/1998 - dihentikan
* 1998/1999 - Runner-up
* 1999/2000 - Posisi ke-6, Wilayah Timur
* 2001 - Lupa.. :P
* 2002 - Degradasi ke Divisi Satu
* 2003 - Juara Divisi Satu, Promosi ke Divisi Utama
* 2004 - Juara
* 2005 - Mundur dalam babak 8 besar (awalnya diskorsing dua tahun, namun dikurangi menjadi 16 bulan, dan kemudian dikurangi lagi menjadi degradasi ke Divisi Satu)
* 2006 - Juara Divisi Satu, Promosi ke Divisi Utama
* 2007 - Posisi ke-14, Wilayah Timur (Tidak lolos ke Super Liga)
* 2008 - lupa.. :P
* 2009 - Peringkat 4 Divisi Utama
* 2010 - ?

Liga Champions Asia
* 1998 - Babak pertama (masih bernama Piala Champions Asia)
* 2005 - Babak pertama

Tim juara Liga Perserikatan 1975-1978



Kalau yg ini, sapa bilang PERSEBAYA hanya pakai jersey hijau-hijau-putih ?? jaman 70an juga pakai jersey merah-putih, Rek !!!



Timnas PSSI waktu berlaga di kompetisi Pestabola Merdeka Malaysia tahun 1977... kalau sampeyan perhatikan, 80% pemain tim utama adalah berasal dari PERSEBAYA SURABAYA...



Majulah Persebaya..!!!
GO GREEN FORCE..!!!

sumber :
- kaskus.us
- goal.com
- persebaya.blogspot.com

Selasa, 01 Juni 2010

foto simo tahun 1889

sejarah kampung simo ( wajib di baca jika merasa bagian dari ARSIM " AREK SIMO " )


Sejarah kampung Simo tidak lepas dari legenda Banyuurip. Lokasinya dua kampung ini yang bertetangga, menjadikan cerita legenda ini akan mengalir.

Namun Saya perlu mengingatkan kembali kisah legenda Banyuurip yang terpenggal kemarin. untuk kemudian menuju barat di Simo.

Kembali cerita perjalanan Raden Situbondo yang pembuka hutan kawasan Kupang. suatu saat daerah ini ditemukan banyak kulit kerang alias kupang yang menggunung yang dijuluki Kerajaan Kupang, nama ini belakangan disederhanakan menjadi Kupang Kerajan.

Suatu saat, Situbondo bertemu Joko Jumput dalam sebuah pengembaraan di kawasan ini. Terjadilah perkelahian yang melelahkan diantara keduanya. Situbondo kemudian dapat dikalahkan. Raden yang bernama asli Pengeran Aryo Gajah Situbondo itu ditemukan sekarat dan mencapai sebuah daerah bernama Kedung Gempol.

Karena bisikan gaib, Raden Situbondo meminum air kali yang mengalir ke kedung alias waduk daerah ini. Situbondo akhirnya tidak jadi meninggal dan kelak kawasan ini dinamakan Banyuurip atau air kehidupan.

Inilah kisah rakyat terpopuler diantara puluhan cerita rakyat yang besar di Surabaya. “Di lokasi batu inilah konon tempat Kedung Gempol itu berada. Batu ini menjadi punden Banyuurip dan lambang kemakmuran,” terang hadi Suroto, warga Banyuurip wetan di lahan puskesmas banyuurip.

Kisah Raden Situbondo masih berlanjut dengan menyusuri sungai Banyurip menuju barat. Ketika dirinya mulai berjalan kira-kira tiga kilometer dari Kedung Gempol, Situbondo bertemu singa jadi-jadian dari jenis jin bernama trung.

Singa itu kemudian berhasil dihalau. Situbondo memesankan warga agar kelak kawasan ini dinamakan Simo Katrungan alias singa dari jin trung.

Perjalanan menuju barat, semakin tidak aman, dia menemukan banyak singa. Namun belakangan singa tersebut justru kaget bertemu Situbondo. Ulah singa yang lari terbirit-birit itu disaksikan banyak warga setempat. Mereka menjuluki daerah yang singanya lari terbirit-birit itu dengan nama Simo Kwagean. Karena di dalam bahas Jawa lawas dua kata itu artinya Singa lari terbirit-birit.

Tidak jelas akhirnya, Raden Kusuma Ning Ayu Probowati, menikah dengan siapa, agaknya fantasi penduduk setempat membuat cerita versinya sendiri sendiri. Yang disepekati adalah upacara sederhana sambil membuka hutan terakhir di tanah paling selatan Surabaya yang bernama Wonokromo alias hutan perkawinan.

Kekuatan kisah singa pengganggu Situbondo ini sempat dihadirkan oleh warga simo di era 1990-an dengan membangun patung singa di setiap mulut gang. Di Banyurip penanda kisah kampungnya tidak hanya batu di awal tulisan ini, namun juga sungai ‘kehidupan’ yang mampu menghidupkan tokoh sekarat.

Namun sekarang jangan coba-coba anda meminum air Sungai Banyuurip, karena orang hidup malah bisa sekarat.


keterangan foto tahun 1889 ini menjelaskan einspektur pengedalian hama pes Dr Emma Augusta Teutem, berkujung di desa Simo Soerabaia untuk mengetahui wabah pes yang pernah menyerang SImo akhir abad 19
keterangan foto tahun 1889 ini menjelaskan einspektur pengedalian hama pes Dr Emma Augusta Teutem, berkujung di desa Simo Soerabaia untuk mengetahui wabah pes yang pernah menyerang SImo akhir abad 19

mangkane rek.. nang ngarepe smp 25 onok patung singane.. yo iki sejarahe..
hhay. :P
 

Copyright 2010 Soerabadja Tempoe Doloe.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.